Salam Super. Saudara-saudara tercinta.
Dalam hidup ini ternyata yang kita hadapi hanyalah pilihan-pilihan. Oleh karena itu apapun keadaan kita saat ini merupakan koksekuensi pilihan kita dimasa yang lalu.
Dalam menentukan pilihan memang kadang-kadang kita bisa berdaulat penuh untuk menentukan, namun tidak jarang tentunya kita harus memilih "satu diantara satu" alias tidak ada pilihan lain.
Lalu muncul pertanyaan di benak kita, "apakah hal demikian juga memilih namanya "?Menurut saya jawabannya adalah "iya" karena saat itupun merupakan konsekuensi atas pilihan yang kita lakukan sebelumnya.
Seringkali kita harus melakukan justifikasi atau pembenaran atas apa yang kita sudah pilih. Padahal apaun yang anda pilih pada suatu masa, maka itu adalah pilihan yang terbaik saat itu. Hanya saja apakah kita cukup berani menanggung resiko atas pilihan tersebut.
Seorang pengecut tentu akan berdalih dengan kata "terpaksa". Seorang berani akan berkata itu adalah pilihan saya. Banyak orang menyerah dengan nasib tapi tidak sedikit yang berjibaku untuk hidup. Dan ternyata itupun sebuah pilihan.
Analog dengan keadaan saya. Tamat SMA saya dihadapkan pada pilihan-pilihan untuk jadi apa selanjutnya. Saat itu saya pilih jadi tentara.
Tapi saya juga cukup heran kenapa tiba-tiba muncul di Pos dan Giro (tempo doeloe).
Lalu saya coba-coba melakukan "flashback journey" ke titik dimana saya harus memilih waktu itu.
Sampailah saya ke sebuah moment dimana saya harus memilih antara cita-cita dan orang tua.Sebagai seorang anak prajurit menurut saya adalah mulia meneruskan cita-cita orang tua. Kalau Bapak saya hanya seorang Kopral Satu Polisi Militer ( Kalau dulu namanya PT/POMAD alias Polisi Tentara datau Polisi Militer Angkatan Darat-mhn koreksi kalau saya keliru) rasanya suatu kemajuan besar kalau saya bercita-cita jadi Jendral.
Lalu banyak teman saya bertanya, "Kenapa tidak jadi"? Sebagai sebuah pilihan tentunya saya akan berjalan kejalan yang menuju pilihan tersebut. Dalam hal ini tentunya masuk Akademi Militer. Jadilah saya pendaftar nomor 1 di KODIM 0304/ Agam. Enam bulan lamanya saya menempa fisik mempersiapkan diri untuk ikut seleksi. Sebagai seorang yang aktif menggeluti olah raga Karate dan Binaraga tentunya dari segi fisik saya harus meyakinkan diri tidak akan kalah dengan peminat lainnya.Anda tentunya akan bertanya lagi "kenapa tidak jadi juga"?
Inilah masalahnya. Wanita yang telah melahirkan saya tidak menyetujuinya. Apapun alasannya saya tidak perlu mengetahuinya karena menurut saya hati seorang ibu tidak akan pernah berdusta.
Selanjutnya tentulah saya harus berhadapan dengan pilihan lainnya. Pilihan saya waktu itu adalah jalani hidup apa adanya. Sekedar diketahui saat kelas 3 SMA (Jurusan Fisika/SMAN 1 Bukittinggi)saya juga mendapat pilihan untuk kuliah di UI melalui jalur PMDK, pilihan saya waktu itu adalah menolaknya karena jelas-jelas kuliah butuh biaya cukup besar yang nampaknya tidak mungkin akan dipenuhi oleh orang tua.Namun saya pilih itu bukan karena putrus asa.
Kerja di bengkel las (kebetulan yang punya orang tua sahabat saya).Gaji Rp 5.000 sehari ternyata telah menghadapkan saya ke pilihan berikutnya yaitu untuk berhenti setelah 6 bulan. Muncullah soulmate saya yang bernama Ferri Mursalhadi yang mengajak kuliah di Politeknik Universitas Andalas Padang. Akhirnya saya kuliah juga dengan membawa cita-cita yang dulu yaitu jadi tentara.
Saudara-saudara, ternyata rela ibu itu suatu yang luar biasa. Karena dari awal saya tidak direstui jadi tentara akhirnya api kuliah itupun padam di semester 3. Ditengah-tengah perkuliahan itulah muncul kesempatan untuk sekolah gratis di Akademi Pos Bandung. Apalagi dengan jaminan akan langsung bekerja. Inilah pilihan saya.Setelah satu setengah tahun mengikuti pendidikan (tepatnya pelatihan) saya ditempatkan kembali ke Kota Padang (yang sebenarnya ingin saya lupakan dengan segala tragedi cinta saya :)...
(bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar