Setiap hari saya berangkat kerja jam 06.15 dari rumah tumpangan di seputaran sebuah pabrik roti di dekat Stasiun Tabing. Kenapa saya tuliskan tepatnya jam 06.15 itu? Terus terang jam segitu sudah merupakan hasil survey saya selama kurang lebih satu bulan sejak saya pindah tugas dari Rengat ke Padang ini. Maklumlah jarak antara rumah (atau lebih tepatnya kos-kosan di rumah famili)dengan kantor saya di jalan Khatib Sulaiman menurut hitungan pada speedometer wonder 87 saya sekitar 10 km. Tidak jauh untuk ukuran naik kendaraan tapi jangan salah jarak segitu juga tidak dekat untuk ukuran jalan kaki.
Hari pertama kerja tepatnya 05 Januari 2009 saya berangkat dari rumah pukul 07.30 tepat. Sebagai hari pertama masuk kerja saya tentunya yakin manajer saya akan pahamlah kalau saya masih baru dan belum paham lalu lintas di kota Padang.
Ternyata pengalaman yang didapat di hari pertama itu cukup menarik yaitu ketika begitu sulitnya untuk berbelok membalik arah di depan pabrik roti itu. Semua kendaraan dari arah tabing melaju dengan kencangnya bak residivis diuber polisi. Saya pikir alangkah sibuknya ternyata orang padang ini.Tapi selintas saya berpikir bukankah mereka pengendara itu orang yang punya dedikasi tinggi semua, karena hampir semuanya menggas kendaraannya agar cepat sampai dan tidak terlambat. Kalau yang pelajar tentu takut terlambat karena akan kehilangan pelajarannya. Kalau pegawai seperti saya tentu karena takut akan dimarahi atasannya, apalagi kalau tentara atau polisi kan kalau terlambat bisa-bisa disuruh berdiri hormat ke tiang bendera seharian seperti pemandangan yang sering saya saksikan saat lewat di depan Kodim Indragiri Hulu atau Polres Inhu saat masih bertugas di Rengat.
Hari kedua saya coba berangkat dari rumah pukul 07.15 jelas hasilnya tidak jauh beda dengan yang pukul 07.30 tadi.
Hari ketiga saya coba berangkat pukul 07.00, hasilnya cukup lumayanlah. Walaupun belum seramai diatas lalu lintasnya tapi cukup membuat saya keder juga. Alasannya memang kendaraan jarang-jarang, tapi larinya itu! Kalau saya perkirakan berdasarkan pengalaman saya menyetir mobil 20 tahun ya kira-kira kecepatan 70 km/jam. Alhasil berbelok di depan pabrik roti itu ternyata masih menyisakan ketakutan juga.
Hari-hari berikutnya saya coba majukan lagi jam berangkat dari rumah menjadi pukul 06.45, hasilnya cukup baik karena disamping cuaca masih cukup dingin, udara masih bersih, lalu lintas belum begitu ramai apalagi yang ngebut juga belum banyak. Apakah masalah selesai ? Eh ternyata tidak. Muncul masalah baru karena pada jam yang sama orang-orang yang menumpang ojek dari arah belakang pabrik juga mencapai puncaknya. Dan ini jelas problem baru karena ojek yang banyak itu pada membalik arah kembali, mencari penumpang baru tentunya. Nah cara berputar membalik arah inilah kuncinya . Banyak mereka yang membalik arah tanpa menoleh kebelakang sehingga beberapa kali saya terkaget karena tiba-tiba ada ojek memutar di depan saya. Untungya rem wonder saya masih berfungsi layaknya alat menghentikan atau memperlambat laju kendaraan.
Anda tentu pasti paham apa langkah selanjutnya yang saya lakukan. Memajukan lagi jam keberangkatan saya ?.Tepat sekali. Dan tidak tanggung-tanggung lagi saya langsung majukan menjadi pukul 06.15.Alhamdulillah semua persoalan seperti yang saya alami sebelumnya tidak ditemui lagi. Hanya sedikit problem yaitu kakak tempat saya menumpang harus bangun lebih pagi hanya karena harus menyiapkan sekedar sarapan buat saya. Dan satu lagi kalau tidak mau dikatakan problem adalah ketika sampai di kantor saya yang selalu ke kantin pagi-pagi sebelum bekerja terpaksa menunggu sampai bakwan dan pisang goreng selesai dimasak. Tapi tidak apa-apalah kan ada sisi positifnya juga yaitu saya selalu dapat bakwan dan pisang goreng yang segar alias “fresh from the oven”
Kalau begini sudah dilakoni tiap hari tentu anda semua tahu hasilnya. Saya selalu mengisi daftar hadir paling duluan. Kalau tidak nomor satu, ya nomor dua lah setelah sopir yang memang harus datang cepat karena harus menjemput para manajer. Karena di instansi saya baru level sampai manajer yang dapat fasilitas antar jemput itu. Kalau saya yang masih sebatas asisten manajer ini cukuplah berangkat dan pulang sendiri, apalagi untungnya sudah punya kendaraan sendiri.
Jadi apa yang sebenarnya ingin saya sampaikan ? Ah bingung juga saya.
Apa ya ? ….
Nah sekarang ingat, yang ingin saya sampaikan adalah alangkah sulitnya di jaman sekarang untuk sekedar minta jalan kepada sesama pemakai jalan untuk diberi kesempatan dengan sukarela berbelok membalik arah tanpa rasa was-was akan ditabrak pengendara lain.
Bayangkan badan mobil yang sudah nongol separo lebih saja saat memotong pulau jalan itupun masih sempat-sempatnya di salip kendaraan lain, apakah itu sepeda motor ataupun mobil. Jadi begitu terburu-burukah orang-orang sekarang ini sehingga harus melupakan keramahannya kepada sesama pengendara. Tidak ada yang mau mengalah. Banyak yang berlaku seolah seperti raja jalanan. Atau memang sekarang ini jamannya sudah begitu ?
Pernah saya lihat suatu kali orang yang senasib dengan saya yang mau berbelok membalik arah di depan UNP, sudah men-dim dengan lampu jauh beberapa kalipun harus terpaksa kaget karena tiba-tiba lewat sepeda motor laksana Valentino Rossi melaju memotongnya sebelum sempurna membalik arah. Dan seingat saya pengendara motor tadi memakai seragam abu-abu putih yang artinya kan ia anak sekolahan menengah tingkat atas yang sebentar lagi tamat akan jadi mahasiswa.
Masalahnya apa iya di sekolah sekarang tidak diajarkan lagi tata krama berlalu lintas seperti yang pernah saya terima sewaktu sekolah di SD Inpres dulu?
Yang jelas soal pengendara sepeda motor tadi jelas-jelas orang tuanya hanya sanggup membelikan anaknya sepeda motor tapi tidak sanggup mendidik anaknya bagaimana memelihara nyawa saat diatas sepeda motor tadi.Dan sudah berapa nyawa yang hilang sia-sia di jalan.
Padang oh Padang .
(Lawaysra @170209)